Bagian II Sejarah Editing Film : Montage Rusia – Dziga Vertov (Experiment of Reality)


Sebenarnya sebelum munculnya Eisenstein dan Pudovkin di kancah pembuatan film, Dziga Vertov telah memulainya terutama karena awalnya adalah seorang jurnalis. Setelah perang saudara di Russia dan Lenin mengumumkan slogannya bahwa sinema adalah seni yang terpenting, maka Vertov mengambil bagian dengan turut andil mendirikan lembaga yang diberi nama KINOKS (Keranjingan Sinema).

Vertov sendiri selama perang saudara telah banyak mengabadikan banyak peristiwa melalui kamera filmnya dan hasilnya adalah dokumentasi yang luar biasa banyaknya tentang perang saudara tersebut. Apa yang dilakukan Vertov ini sekarang dikenal dengan istilah newsreel atau masyarakat awam lebih mengenalnya dengan film dokumentasi. Bahkan pada tahun 1922 dia sempat membuat kumpulan dokumentasi tentang perang saudara di Russia.

Bersama Kinoks-nya, Vertov membuat sebuah jurnal film yang diberi nama Kino Pravda (Mata Kebenaran). Istilah ini juga akhirnya menjadi slogannya yang sangat terkenal. Sebenarnya apa yang menjadi tujuannya adalah bahwa film seharusnya bisa menjadi sebuah sarana untuk mengungkapkan kebenaran tanpa harus direkayasa. Inilah yang dianggapnya sebagai realisme dan oleh karena itu, seharusnya film menolak kehadiran skenario, aktor, dekor, pencahayaan buatan, kostum, make-up dan studio. Vertov merasa bahwa seharusnya manusia itu ditempatkan dalam lingkungan sosial dan kehidupannya, maka akan terkuaklah kebenaran dengan sempurna. Sehingga seluruh aspek penyutradaraan sudah seharusnya tunduk pada kamera, sebab mata kamera dianggapnya lebih obyektif dibandingkan mata manusia dan itu menjadi satu-satunya jaminan ‘kebenaran’ dan konsep yang ditawarkannya ini disebut dengan Kino-Glaz (Camera-Eye / Mata Kamera).

Namun perlu diketahui bahwa Vertov tidak menolak montage, sebab dia setuju bahwa di situlah titik seni dari film itu. Dari bahan-bahan dokumentasi tersebut kepribadian si pembuat justru akan muncul dalam film saat dia melakukan pemilihan (seleksi), mengatur penempatannya serta menciptakan irama yang baik dan tentu saja semua itu tunduk pada hukum-hukum ilmiah dan matematik. Selain itu Vertov dengan jujur dan penuh kesadaran memanipulasi gambar-gambar dengan menggunakan superimpose dan mencampurkannya dengan gambar realita, sehingga terjadi dualitas proses pembuatan film pada “The Man With A Movie Camera”.

Juga harus diakuinya bahwa perpindahan kamera tidak semudah perpindahan mata manusia, artinya konsep kino-glaz sangat dibatasi oleh kemampuan teknis kamera, sehingga orang-orang yang sadar akan kehadiran kamera justru akan sulit tertangkap aspek sentimen, emosi atau dengan kata lain, realitasnya. Pada beberapa kesempatan Vertov banyak menggunakan lensa-lensa panjang (telephoto) ataupun membuat sebuah kereta yang tertutup yang mampu memuat kamera di dalamnya untuk menghindari subyeknya sadar akan kehadiran kamera.

Published by Kusen Dony Hermansyah

amateur filmmaker, amateur photographer and part-time poet

Leave a comment