Bagian II Sejarah Editing Film : Brighton School (Cinematic Language)

Ketika kelahiran sinema dianggap milik Perancis, maka Inggris punya cara sendiri dalam mengekspresikan karyanya. Sampai tahun 1970-an nama Brighton School tidak dikenal oleh perfilman dunia. Padahal dimulai dari merekalah, kita menggunakan bahasa dan metode sinematik di dalam film, dari decoupage, traveling dramatic, screen direction dan lain sebagainya. Sehingga dalam peta sejarah editing yang dibuat oleh Louis Giannetti, ‘gerakan’ ini tidak muncul, selain ada unsur lain yaitu ingin dipertahankannya hegemoni Amerika Serikat sebagai ‘penguasa’ sejarah film dunia.

School dari kata di atas berarti kumpulan, mereka adalah gabungan para fotografer yang kemudian mencoba untuk bereksperimen dengan alat baru penemuan Friese Green yang disebut dengan chronophotographic yang dapat merekam 10 gambar per detiknya (frame per second) yang kemudian dijualnya kepada Thomas Alva Edison. Selain Friese Green, hampir semua orang dalam kumpulan ini membuat dan mengembangkan kameranya sendiri, di antaranya adalah Birt Acres, Robert William Paul, George Albert Smith, James Williamson dan Cecil Hepworth. Dalam makalah ini yang akan dibahas hanyalah yang disebut di atas yang mewakili para pembuat film Inggris pada masa itu yang mempelopori penggunaan bahasa sinematik.

Setidaknya mereka menggunakan tiga bahasa sinematik yang sama, yaitu decoupage, intercut dan traveling dramatic. Pertama, decoupage adalah cara dalam membagi sebuah adegan menjadi satu atau banyak shot. Kedua, intercut yaitu penyambungan secara berselang-seling sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu ruang dan satu waktu. Contoh decoupage dan intercut dapat dilihat dalam film George Albert Smith, “Grandma’s Reading Glasses” dan “Mary Jane Mishap” ataupun dalam film James Williamson, “Fire”.

Selain itu mereka juga telah berhasil mendramatisasi adegan di jalanan atau dikenal dengan traveling dramatic, seperti yang dilakukan oleh Robert Paul dalam Mad Motorist ! (1906), James Williamson dalam sebuah film komedi Stop Thief ! (1901) ataupun juga Rescued By Rover (1905) karya Cecil Hepworth . Maksudnya di sini mereka tidak hanya sekedar merekam seperti yang dilakukan oleh Lumiere, namun sudah memberi sentuhan dramatik pada peristiwa yang dibuat. Selain itu dalam film-film tersebut, mereka juga sudah membuat apa yang disebut dengan chasing scene (adegan pengejaran).

A. BIRT ACRES & ROBERT WILLIAM PAUL

Selain sebagai penemu alat perekam (kinetoscope parlour) Robert W. Paul juga membuat beberapa film yang secara bentuk dan gaya tidak jauh berbeda dengan apa yang di lakukan oleh Melies dan Porter. Dia meletakkan kamera di depan sebuah panggung dan latar belakang dari rumah digunakan Back Screen Projector seperti yang dilakukan oleh Porter saat membuat The Great Train Robbery.

Sedangkan Birt Acres yang juga bersama Robert Paul membuat film yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Lumiere dan para pegawai Edison. Dia hanya merekam suatu peristiwa di sebuah pinggiran laut. Film yang dibuatnya diberi judul Rough Sea at Dover (1895) dan Yarmouth Fishing Boats Leaving Harbour (1896).

Sedangkan Robert Paul sendiri membuat beberapa film yang sudah memasukan aspek naratif (penceritaan) seperti yang dilakukan oleh Melies, namun walaupun dia lebih berbeda karena sudah menggunakan setting ruang eksterior, tetapi Paul sendiri kurang imajinatif dan lebih kasar dalam menggunakan kemampuan kamera. Artinya dia tidak sehalus dan selihai Melies.

B. GEORGE ALBERT SMITH

Dalam film-filmnya, G.A. Smith tidak hanya menggunakan decoupage saja namun sudah menggunakan type of shot sudah lebih efektif dibandingkan film-film Acres dan Paul. Misalnya dalam Grandma’s Reading Glass (1900) atau Mary Jane Mishape (1903), dia tidak hanya menggunakan long shot saja namun juga sudah menggunakan medium shot, close up atau bahkan extreme close up.

Misalnya urutan yang dapat kita lihat dari film Grandma’s Reading Glass yaitu :

  1. CU Koran
  2. LS Anak yang sedang memegang kaca pembesar dan Nenek yang sedang merajut. Si anak kemudian mengambil arloji dan mendekatkan kaca pembesar tersebut.
  3. CU Mesin Arloji
  4. LS Anak meletakkan kaca pembesar, lalu menunjuk ke arah burung dalam sangkar. Kemudian mengambil kaca pembesar lagi dan mendekatkan ke sangkar.
  5. CU Burung dalam sangkar.
  6. LS Anak meletakkan kaca pembesar, lalu menunjuk ke mata nenek. Kemudian mengambil kaca pembesar lagi dan mendekatkan ke mata nenek.
  7. ECU Mata kiri nenek.
  8. LS Anak masih memegang kaca pembesar, lalu nenek menggendong dan menyelimutinya kucingnya. Kemudian anak mendekatkan kaca pembesar ke kucing.
  9. CU Kucing yang diselimuti.
  10. LS Anak masih memegang kaca pembesar dan nenek berusaha berbicara dengan si anak.

Dari film ini saja, setidaknya Smith telah menggunakan beberapa teknik lagi, misalnya teknik masking, yaitu teknik untuk memfokuskan (membuat center point of interest) suatu elemen visual atau mise en scene. Hal tersebut dilakukan karena pada masa itu belum ada lensa makro yang mampu menangkap mise en scene dengan sangat dekat.

Selain teknik masking di atas, Smith juga sudah menggunakan sebuah eyeline match dalam bentuk point of view cutting. Eyeline match adalah suatu garis imajinatif yang menghubungkan mata tokoh A dengan tokoh B dalam yang saling berhadapan yang berwujud dalam beberapa shot. Misalkan shot tokoh A melihat ke atas, maka sambungannya adalah shot tokoh B yang melihat ke arah bawah. Sedangkan point of view cutting adalah saat shot tokoh A melihat suatu benda, maka benda tersebut diperlihatkan. Kita dapat membuktikannya pada film di atas yaitu shot 2 dengan shot 3, shot 4 dengan shot 5, shot 6 dengan shot 7 serta shot 8 dengan shot 9.

Teknik lain yang banyak digunakan oleh Smith adalah superimposed. Teknik ini seperti teknik double expose dalam bidang fotografi. Kita bisa melihatnya pada film Mary Jane Mishape saat rohnya keluar dari kuburan ataupun saat dia membuat orang kembar di film The Corsican Brothers (1898).

C. JAMES WILLIAMSON

Sejujurnya saya tidak dapat menunjukkan data yang shahih apa yang tertulis di beberapa buku yang menyatakan bahwa James Williamson sudah menerapkan teknik montage yang sangat sederhana dalam film Boat Race In Hanley (1899) di mana dia membuat delapan sampai sembilan shot yang di antaranya adalah :

  1. Penonton yang sedang berkumpul
  2. Perahu memulai balapan (kamera dari perahu)
  3. Beberapa perahu yang sedang balapan
  4. Penonton bersorak-sorai (kamera dari perahu yang melaju)
  5. Perahu yang menang memasuki finish.

Shot-shot itu kemudian disambung secara berurutan (di-montage) walaupun masih sangat sederhana. Ada beberapa ahli yang kemudian menyebutnya dengan istilah film montage.
Selain itu Williamson juga telah menggunakan teknik paralel editing dalam film Attack On A China Mission (1900). Disebutkan bahwa dia sudah meng-intercut dua adegan yaitu di dalam rumah (interior), saat penghuni rumah yang sedang disergap dan diperlihatkan bergantian dengan adegan di luar rumah (eksterior) saat para penolong datang. Sayangnya dalam film yang dikompilasi oleh British Film Institut, adegan di dalam rumah tidak ada.


D. CECIL HEPWORTH

Film-film Cecil Hepworth sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pembuat film lainnya. Namun dia memiliki satu keistimewaan ketika membuat Rescued By Rover (1905), yaitu telah digunakannya screen direction yaitu sebuah metode dimana ketika shot pertama subyek bergerak dari kanan ke kiri, maka shot-shot selanjutnya harus bergerak ke arah yang sama sehingga kesinambungan geraknya dapat terjaga

Published by Kusen Dony Hermansyah

amateur filmmaker, amateur photographer and part-time poet

Leave a comment